[GALUR] Rak buku Rumah DAS
Sabtu, 29 Juni 2024
15.00 WIB – selesai
Yayasan Pojok Rumah DAS
Jl. Matematika No. 28 B, Tiyosan, Condongcatur, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
//
Kapan kamu terakhir ke perpustakaan? Buku apa yang terakhir kamu baca? Apakah semua bacaanmu belakangan ini selalu terhubung, terkait, atau terpaut dengan bidang pekerjaanmu? Apakah pekerjaanmu menuntutmu membaca? Atau malah membatasi?
[GALUR] adalah sebuah pelantar tatap muka untuk saling berbagi bacaan, bercakap-cakap mengenai buku, kerja, kinerja, dan praktik artistik kiwari. Secara harfiah, [GALUR] berarti suatu lekuk yang memanjang (biasanya di sawah); suatu alur yang dapat disusuri. Kata ini kami gunakan untuk memayungi kegiatan silaturahmi ke rak-rak buku di sekitar kami yang memantik rasa penasaran kami—baik karena ruang keberadaannya, pemiliknya, dlsb.
Setelah meminjam dan membaca buku(-buku) dari rak-rak tetangga, kami mengembalikannya sembari membagi hasil bacaan kami terkait dengan senarai penelitian yang sedang kami geluti. [GALUR] mengundang kita semua untuk kembali membaca buku, bercakap-cakap tentang atau seputarnya, berbagi rapalan, dan saling menularkan rasa penasaran satu-sama lain. Pada edisi perdana [GALUR], kami bertandang ke Perpustakaan Rumah DAS, dan pilihan kami jatuh pada ketiga buku ini;
- Drawing: Seni rupa yang tergusur (1995), Jakarta: The Jakarta Post
Diterbitkan dalam rangka pameran gambar enam seniman; T. Sutanto, Priyanto. S., Satya Graha, S. Prinka, Diddo Kusdinar, dan Wagiono S., buku ini memuat tujuh esai yang menelusuri kedudukan gambar dalam praktik kesenian dari penulis dengan beragam latar belakang dan profesi; seniman, sejarawan seni, kurator, dan kritikus.
- Indonesian Heritage: Visual art (1998), Singapura: Archipelago Press
Dalam buku ini, tim editor yang terdiri dari Hilda Soemantri, Jim Supangkat, Jean Couteau, Amita Sarwal, dan Norreha Bt. Sayuti berupaya menyusun kronik perjalanan seni rupa Indonesia melalui sudut pandang yang berbeda. Pandangan ini tersaji dalam delapan babak: berangkat dari penelusuran mengenai tradisi seni rupa di masa lampau hingga tilikan atas praktik seni kontemporer hari ini.
- 70 Tahun A.S.R.I: Lini baru pendidikan, pergulatan politik identitas, medan pertarungan baru seni rupa Indonesia (2020), Yogyakarta: Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia – Yogyakarta dan Penerbit Nyala
Buku ini membahas sejarah kelahiran Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta hingga kini berubah menjadi Fakultas Seni Rupa (FSR) ISI Yogyakarta. Dibagi ke dalam tiga periode, yaitu ASRI (1947-1968); STSRI “ASRI” Yogyakarta (1968-1984); dan FSR ISI Yogyakarta (1984-2016), buku ini dimaksudkan untuk merawat ingatan atas peran-peran artistik dan intelektual sejumlah pelaku sejarah yang–disadari atau tidak–ikut mempengaruhi perkembangan sejarah seni rupa Indonesia melalui keterlibatan mereka dalam mendirikan ASRI Yogyakarta hingga menjadi FSR ISI Yogyakarta.
Ketiga buku ini menyegarkan “kacamata” kami dalam memandang arus utama sejarah seni rupa di Indonesia. Terutama mengenai cara pandang dan metode pemilihan kasus/contoh yang, pada konsekuensinya, menyisihkan–kalau bukan meminggirkan–praktik-praktik artistik yang tak dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam narasi-narasi (yang dianggap) besar itu.
Kami membincangkan ketiga buku ini sehubungan dengan setidaknya dua arah penelitian kami. Pertama, “Proses adalah ketika kita” yang menelusuri praktik artistik sang multidisiplin Danarto (1940-2018) dan, kedua, “Kustiyah, et al” yang mengumpulkan, menata, dan menuliskan perjalanan kesenian dan kemungkinan hubungan perkawanan antara sejumlah perempuan seniman pasca Revolusi di Jawa.